Minggu, 26 April 2020

Puisi - Kami Masih Tegak Seperti di Awal (Untuk Fitron, Fian, dan Mamul)

Tadinya aku mau langsung nulis puisi kayak biasa, tapi gegara baca opini Pram jadi pengen sedikit flashback juga.



Berbeda dengan Pram, aku sama sekali lupa kapan pertama kali kenal Fitron, Fian, dan Saka/Mamul. Kalau Fitron, mungkin pas di Omah Diksi atau pelesiran ke LPM. Kalau Fian dan Mamul mungkin antara aksi atau diskusi. Namun, sama seperti Pram, aku lebih dekat dengan Fitron daripada Fian dan Mamul.

Kalian yang belum kenal mereka, pasti bertanya-tanya ... "Bagaimana karakter tiga orang itu?" Atau justru berpikiran, "Kalau mereka anak baik-baik, gak mungkin lah ditangkap polisi."

Banyak media menyebutkan keaktifan mereka di Aksi Kamisan Malang maupun advokasi ke ruang warga. Di sini aku ingin menambahkan yang intinya:
Mereka adalah teman yang baik sekaligus manusia-manusia keren. 

Fitron termasuk orang yang banyak bersuara dan bercanda di tongkrongan. Ia seakan sulit kehabisan energi atau suara tapi justru kalau dia diam serasa ada yang kurang. Ia pun punya kecenderungan selalu membantu, hingga tak jarang mengorbankan diri sendiri sampai kerepotan menyisihkan waktu untuk sekadar mengurusi masalah pribadinya. Kadang, kami sebagai teman-temannya geram sendiri melihat ia begitu banyak bergerak dalam satu hari. Meski begitu, kami diam-diam mengerti jika dia punya rasa kepedulian yang tinggi. 

Kalian mungkin berpikir jika Fian tampak aneh, tapi baru beberapa kalimat mengobrol dengannya pendapat itu akan berubah menjadi "menyenangkan". Fian memang rada-rada malas, tapi punya jiwa bebas hingga cenderung persetan dengan banyak hal. Ada saatnya dia tampak seperti batu ketika menghadapi masalah sendiri--ya kalau di hati siapa yang tahu. Hal sebaliknya terjadi dalam lingkar solidaritas, Fian betul-betul mudah mem"bunuh rasa malu, ikhlas menangis" di sana.

Mamul punya pembawaan yang jenaka. Kalian pasti terhibur menyaksikan guyonan maupun tingkah randomnya. Walau kerap terlihat ceria, ia tidak lupa berpikir. Salutnya lagi, Mamul adalah seorang pekerja. Banyak orang menggembar-gemborkan jika idealisme akan mati setelah lulus dari sekolah atau kuliah. Mamul tidak. Ia tak pernah berkata dirinya idealis, tapi tetap peduli pada banyak orang di luar keluarga meski keadaan menyuruhnya fokus menyiapkan masa depan pribadi. Oh iya, kemarin Mamul ultah. Habede Mamul~

Kesamaan ketiganya adalah mereka mampu meramaikan kegiatan, menempatkan diri pada berbagai situasi, dan punya rasa solidaritas tinggi terhadap sesama rakyat tertindas. Mereka adalah jenis orang yang siap memenuhi panggilan solidaritas meski isi dompet di bawah standard cukup dan berangkat bermodal tekad. Mereka adalah jenis orang yang berani membela apa yang mereka yakini meski harus terasing di lingkungan, misalnya menentang diskriminasi, seksisme, dan patriarki. Mereka adalah jenis orang yang tetap tegak meski berulang dilukai. Mereka adalah jenis orang yang berusaha mencintai diri sendiri dan selalu menerima orang lain agar menjadi diri mereka sendiri.

Maka dari itu, mereka tidak pantas ditahan, apalagi dengan prosedur serba cacat dan barang bukti yang samar. Mereka tidak pantas diperlakukan seperti teroris KARENA MELAWAN KAPITALISME. Mereka tidak layak dijadikan pion untuk rekayasa, saat banyak hal mendesak lain yang perlu lekas diurus seperti pandemi.

Puisi ini untuk kalian, kawan-kawanku. Semoga kalian lekas bebas dan tidak ada lagi kawan yang diperlakukan seperti itu.


Kami Masih Tegak seperti di Awal


Kami adalah lilin
yang tidak membakar gedung
Tapi kami dipadamkan
dengan dalih menghanguskan ujung keset
padahal mana mungkin

Kami adalah air
yang tidak menenggelamkan bocah
Tapi kami dikurung dalam cawan
dengan bukti kaos kaki yang hanyut
siapa tahu itu kaos kaki siapa

Kami adalah domba
yang disiram tinta hitam dari langit-langit
katanya, dewa mereka kehabisan kambing
Padahal kami domba merdeka
Enggan digiring untuk dijagal, atau ditukar tumpukan uang

Kami adalah anak-anak semesta
Senantiasa menerima dan membagikan cinta
Kami tetap tegak seperti di awal
bahkan mungkin bisa lebih menggusarkan kalian
Kami takkan bisa dipadamkan, diuapkan, dimatikan

Sebab kami adalah perpanjangan nyala Widji, Marsinah, Tabuni, Udin, Salim, Munir
serta nyala-nyala lain yang menjaga titik api
Sebab kami adalah anak-anak semesta
mencintai Ibu Bumi yang kian hari kian kalian perkosa

Kami bertekad setia pada cinta
dengan tetap tegak seperti di awal
Jika kalian jatuhkan, kami akan selalu bangkit
Meski kalian lukai, kami takkan berhenti
Sebab kami adalah nyala yang tak bisa kalian padamkan
walau dijerat kegelapan dan disembur omong kosongmu


diatama | 1 Mei 2020
#BebaskanKawanKami
#StopKriminalisasiAktivis

Kamis, 26 Desember 2019

Puisi - Gladiol (untuk Korban dan Penyintas Kekerasan Seksual)



denyutmu, anyelir kuning dan lily oranye
tak mudah ditukar hydrangea ungu
tersesat aku di tamanmu
yang cerah di warna saja

perampas tanah melenggang penuh kuasa
merusak sesukanya karena suka
memanfaatkan segalanya tersebab bisa
membongkar-pasang otak berpendidikan dan hati berkeadilan
ia dan berbagai wajah, kau yang paling kenal lakon itu

setiap pembela berkata mereka ciptaan Tuhan
dan ketidaksempurnaan mutlak adanya
bahwa ada rayu-goda, iman lemah,
konflik cinta, dan kebaikan pelaku jauh lebih terasa
setiap pembela mereka seolah lupa
kau punya rasa, punya nama, punya luka
hargamu jauh lebih tinggi dari reputasi lembaga
jauh lebih mahal dari citra baik dan akreditasi A

tetaplah bernyawa, hiduplah berjiwa
hari esok tak pernah palingkan muka
maafkan kami yang gagal melindungimu
namun kami takkan meninggalkanmu
terima kasih untuk bertahan
mari bersama kita melawan

anyelir kuning dan lily oranye masih ada
hydrangea ungu semoga terus ada
dan kami membawa ragam semaian
aneka tulip dan mawar
daffodil, krisan, bahkan bunga matahari
lalu tumbuhlah gladiol

diatama, 27 Desember 2019
untuk semua korban dan penyintas, kami mencintai kalian

PS: gladiol dapat berarti ketulusan, doa dan harapan, keterbukaan, serta karakter yang kuat

Rabu, 25 Desember 2019

#TamansariMelawan: Menghitung Memori

Menghitung Memori

-sudut pandang Tamansari

Jepretan arif_danun via @tamansarimelawan


Aku melihat mereka tumbuh
Menangis terjatuh
Tertawa seolah warna abadi
Berbunga cinta
Belajar mendewasa
Menguntai generasi

Aku mendengar mereka merintih
enggan berkubang sedih
Ingin kuhapus luka itu
Namun tangan pun aku tak ada
Mereka belum punah
Meski aku tinggal reruntuhan sisa

Aku menyayangi mereka
yang menyayangiku sama besarnya
Dapatkah mereka bersamaku lebih lama?

Kau serakah
Mereka marah
Kau memang berkuasa
Tapi mereka punya rasa

Mereka bertahan
Mereka bahagia
Mereka melawan
Mereka bergembira

Aku menghitung
Aku mengutuk
Aku, tanah yang kaugusur
Kapan kau boleh kukubur?

Malang, 14 Desember 2019
diatama

Minggu, 24 Maret 2019

Puisi - Badai Tak Berpelangi #KamiBersamaSuaraUSU

(silakan baca cerpennya)


Badai Tak Berpelangi
--Obrolan Aku dan 'Aku'* di Ruang Imaji

ini rilis dari @persmahasiswa


(I)
semua menolak hadirmu di dekatnya
"di neraka pun kau akan dijauhi!" bunyi teriakan di telinga
keluargamu hancur karena kebaikan
tumbuh dalam sepi dan ketidakpercayaan
bahkan, cinta terlalu mewah
semua seolah utopia

kau berbeda
tanpa dipahami mengapa
tanpa tahu harus kemana
atau dimana kau 'ada'
tanpa dipeluk "kamu punya kita"
atau setidaknya digandeng harus bagaimana

kau dianggap sampah dunia
sedangkan koruptor dibela
pelanggar HAM dibela
kapitalis dipuja
agama menjadi lahan panen suara
kemanusiaan menjadi dalih panen laba

"kau berbeda, kau pendosa!"
--pun aku ... dan mereka
semua punya hitam dengan catatan berbeda


(II)
mereka menulis sedikit resahmu, beberapa cuil saja
kau terharu dari balik sekat maya
tapi nama-nama di sekitar mereka nyaris setingkah
dihakimilah kau di dunianya
dihakimi pula mereka dengan tombak rupa-rupa
"media macam apa yang mendukung si pelangi nista?"

kau menangis,
"sulit. tidak semua yang bernyawa, berjiwa.
semua punya nama, tapi tak semua punya rasa.
akal dangkal, nalar gampang terbakar"
kau berteriak, "jangan hakimi mereka juga!"
suaramu tak sampai.

tapi percayalah padaku, mereka kuat
cukup mampu 'tuk lewati badai penentang pelangi
saat hari kian berat, jangan lupa mereka tak sendiri
bersama mereka kami siap berdiri

semua tulisan memang bukan cuma milik penulis
pembaca berhak dengan segala tafsir
tapi penghakiman tidak segampang ajakan bermain
kebebasan mimbar akademik harus lebih dilindungi

ketika sastra yang katanya lebih bebas dibungkam
cerpen saja mengganggu, dan pembaca malas berpikir lebih jauh,
apa yang biasa orang-orang itu baca?

Malang, 25 Maret 2019 -- diatama
*'aku' adalah tokoh utama dalam cerpen

#KamiBersamaSuaraUSU
agak tidak percaya diri menulis ini karena aku masih ingin fokus mendalami biar bisa menikmati puisi ... tapi setidaknya lewat puisi aku ingin bersolidaritas. :') lagian kalau puisinya bagus nanti maknanya susah dihayati dan tersampaikan ehee (halah ngeles aja kamu din)
oh iya dulu juga nulis buat balairung kali aja belum baca

Rabu, 16 Januari 2019

Puisi - Citra Agni #KamiBersamaBalairung



(catatan: citra/cit·ra/ kl n 1 rupa; gambar; gambaran <kbbi> / Sanskrit: अग्नी, Agnī "Api")


Citra Agni

oleh diatama

sumber: ppmimalang


ada nyala tak padam
ada pena tak pejam
beriring di tanah kusam

ada yang turut mengombak
ada yang hendak mengoyak

bilamana api membakar secuil topeng
salahkah ia untuk hangusmu?
bukankah ia hangat nan indah
bila kamu tak bejat bertingkah?

lantas, kala pena gambarkan kisah
dosakah ia bertinta?
bukankah fakta dan dusta
setipis garis pantai dan angkasa?
tinggal sekuat apa menggali kebenaran
dari balik benteng pengabaian
tinggal segigih apa melawan
menghimpun lentera-lentera di ganas aliran
ya! kita pernah remang, tapi takkan padam

ada bunyi tak redam
ada desir menghunjam
mereka boleh coba menikam
tapi takkan berhasil membungkam

di luar hujan, selamat malam


Malang, 16 Januari 2019

#KamiBersamaBalairung #KitaAgni #TolakKriminalisasiJurnalis #StopIntimidasiPersma

Rabu, 02 Januari 2019

Lima Nyinyiran tentang Omdiks, Nomor Enam Bikin Kamu Emosi

Gaes, udah pernah dengar tentang Omah Diksi alias Omdiks?
Aku belum tahu tempat ini sepopuler apa. Grab driver kadang suka tanya "Mbak, ini di mana?" atau "Mbak, ini tempat apa?" Yang jelas Omdiks adalah warung kopi ter-lovelove (anggap saja ini emot hati berwarna biru). Alamatnya di Jalan Terusan Sigura-gura blok H nomor 180, kelurahan Karangbesuki, Sukun, Malang. Jam operasional Omdiks pukul 16.00 - 22.00 WIB.

Sekarang aku tidak akan membahas filosofi nama atau visi misi atau sejarah Omdiks. Barangkali ntar jika ada kesempatan lain setelah hamba sudah cukup menimba ilmu Omdiks dengan ngopi 24 SKS. Aku cuma pengen belajar nyinyir berfaedah. Nih, kukasih lima nyinyiran random tentang Omdik.

1. Ramah di kantong sobat misqin kayak kita

Daftar menu terbaru Omdik

Harga menu di Omdiks sekitar dua kali lebih murah ketimbang tempat-tempat yang rada elit. Bisa dibaca sendiri lalu dimaklumi; menu-menunya pun cukup perutable. Perut senang, dompet selamat. SmackQueen YaQueen!1!1!
Sedikit berbagi cerita, menu yang paling sering kupesan adalah coklat panas (yang kalau setelah jangka waktu tertentu butuh diaduk). Menu di luar menu(?) yang pernah kupesan adalah es coklat jahe. Menu yang pernah paling kunantikan adalah wedang jahe (sekitar dua jam penantian. Pelajaran yang bisa kuambil adalah, salah satu implementasi perikeomdiksan yaitu jangan memesan menu yang agak ribet saat di Omdiks ada acara. Namun, emang pada zaman itu mas-masnya mager maksimal sama jahe).

2. Kalau kamu anak persma yang lagi males sama dunia persma, jangan ke Omdiks!
Gimana ya, lur? :') Dari jajaran pengurus, penghuni, sampai pengunjung kita bakal berbagi udara sama temen-temen persma. Bisa dibilang pasar terbesar Omdiks adalah anak persma. Omdiks juga jadi tempat tinggal beberapa anak persma.
Bayangin nih, kamu lagi sumpek, pengen ngopi. Ketemu anak persma, ingat lagi. Apalagi kalau baru selangkah dari pintu udah lihat ritual persma. Apalagi kalau kamu bosen lihat tampang-tampang anak persma.
Tapiii, kalau kamu pengen mengubah cara pandang, jadikan penampakan ini sebagai bala bantuan atau pengalihan pikiran, bukan ujian. Bisa juga buat belajar untuk tidak menganggap orang lain ada saat tidak ingin bertemu siapa pun kecuali kru Omdiks yang mengantar kopi dan menerima uangmu.

3. Hari-hari Omdiks diwarnai acara anti gabut
Di Omdiks sering bikin dan atau ditempatin buat acara, tapi ingatlah Omdiks bukan warkop event kaleng-kaleng. Tahun lalu, Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Kota Malang merayakan Dies Natalis PPMI bertema "Gerak Persma dalam Seni dan Sastra" di Omdiks. Besok banget, Omdiks mengadakan agenda rutinan Sore Ojo Sare (SOS). Yuk berbagi pengalaman baca buku Kekerasan dan Identitas karya Amartya Sen bareng mas Bli. Cek ig Omdiks @omahdiksi

4. Harus kuakui, tempatnya nyaman

suasana di salah satu sudut Omdik

Wifi? Cek.
Buku? Cek. Ada cukup banyak buku.
Suasana? Cek. Homey, cuy. Nyaman buat aktivitas normal, seperti: menulis puisi (beberapa bisa di-scroll di blog ini), mengedit tulisan, mengerjakan tugas, rapat, dan membaca buku. Nyaman buat beragam aktivitas sans: mabar, bikin origami, gitaran, ngisengin orang, main sama kucing, dan melamun tentang bagaimana masa depan kita di dunia paralel.
Teman ngopi? Cek. Pada zaman di mana aku sedikit lebih kalem, aku pernah ngobrol sama mas Erza (Eruza-san wa ... dare? Siapakah dia bagi Omdiks hayooo? Iie, bukan Erza Scarlet); “Mas, agak ntar aku kesananya, masih belum ada temen.” Jawaban beliau begitu mencerahkan, “Sini aja, ada banyak temen.” Kalau kalian masih loading, ini berhubungan dengan poin 2. Eh, di Omdiks kita bisa ketemu wankawan sediksi juga.
Kelupaan, ini link yang di foto: https://sediksi.com/5-hal-yang-dapat-kamu-lakukan-saat-depresi/

5. Setiap perempuan yang ngopi di sini bagaikan Cinderella
Once upon a time perempuan ngopi lama, diusir pulang happily ever after. Ada jam malam buat kaum Hawa (kos-kosanku aja kalah). Sebelum Omdiks ditata ulang, jam malam buat perempuan itu pukul sebelas malam. Sekarang semakin di depan dong, pukul sepuluh malam. Jam malam ini bersumber dari izin warga setempat. Warung kopi yang baik harus menghargai lingkungannya. Kalau ada perempuan ngeyel karena terlalu nyaman atau khilaf sampai lupa waktu, bakal dinyanyiin kode keras: Kamu harus, cepat pulang~ (Akhir-akhir ini gak dinyanyiin, mungkin udah sadar kalau suara belum semerdu bang Arif Alfiansyah).

Sudah.
mengawali agenda ngopi 2019 (01/01)

Kalau kalian punya nyinyiran, kenangan, dan atau gagasan tentang Omdiks sabi ngets ikutan nulis buat https://sediksi.com/nyinyirin-omdiks-dapat-hadiah-menariks/. Kalau di tulisan kalian ada akunya juga gpp .___. Mungkin masuk golongan pengunjung yang suka bertingkah absurd  eh kawaii. Hahaha.

Hei, setelah baca ini nggak pengen ngopi bareng kah? '~')
Sampai ketemu di Omdiks!
#NyinyirinOmdik

(diatama)

Sabtu, 22 Desember 2018

Puisi - Panjatnya, "Kepada Bapa Kami di Surga"

Panjatnya, "Kepada Bapa Kami di Surga"
oleh diatama

sumber: Veronica Koman

bangsa tak terpeta berdarah di tanah emas
sepatu menginjak perut lapar
hutan adat kami diancam
di depan dahi, moncong senjata tertawa liar
tapi mereka tutupi dari para pencari kabar

kami lari
peluru berdesing
pukulan tak sungkan nyaring
langit jatuhkan requiem kimiawi
"oh, ini cinta?"
satu menjadi harga mati
ya, nyawa saudara-saudara kami tampak tak berarti

mereka merekat paksa, tanpa hangat rasa
masih manusiakah kami di mata mereka?

Bapa, tuntun kami ke damai kerajaan-Mu
berkati juang melawan penindas yang belum puas hati

Desember, dua puluh dua
cemara belum kami hias
anak cucu belum sempat berkelakar tentang Sinterklas
perempuan ingin merajut noken
lelaki awas terhadap tegap tentara
pemuda rantau khusyuk senandungkan puja-puji
tentu bersama doa-doa revolusi
kendati badan remuk pasca dipukuli
tapi kasih Natal tak terusik dalam nurani termurni
meski tak mengerti, apakah esok masih ada napas ini

bersama Papua, 22 Desember 2018

Ps: maaf, tadinya pengen pakai gaya bicara Papua tapi gak bisa T_T
Ps.s: tolong jangan ngoceh gak jelas tentang kawan-kawan Papua, apalagi bawa-bawa muatan politik 2019, apalagi pakai ngata-ngatain rasis. kalau mau memahami Papua, banyak-banyak baca dan ayo diskusi dengan waras nan terbuka. kalau gak mau, ketimbang gak bisa berempati mending sana terusin koar-koar tentang negeri orang, atau kisruh kampret-cebong, atau mabok agama atau mabok minuman juga gapapa.